Kalau hidup sekedar hidup, BABI HUTAN JUGA HIDUP.
Kalau bekerja sekedar bekerja, KERA JUGA BEKERJA.
Kalau bekerja sekedar bekerja, KERA JUGA BEKERJA.
-Buya Hamka-
Bagaimana pandangan sobat mengenai quotes tersebut? Tentu manusia memiliki derajat yang lebih tinggi daripada hewan karena akal yang dimilikinya. Pada marwahnya memang demikian, namun bagaimana jika kita sebagai manusia tak memanfaatkan karunia tersebut melainkan hanya bersikap tak lebih dari seonggok daging yang haus akan nafsu?
Bukan menjadi masalah yang berarti jika manusia tidak menggunakan akalnya. Mungkin hanya tampak seperti orang sakit yang perlu perawatan dan kasih sayang khusus. Namun, yang menjadi masalah adalah ketika manusia terlalu polos dan jujur akan segala tindakannya.
Mereka yang jujur dan bertindak sesuai dengan aturan belum mengerti bagaimana nikmatnya menembus tatanan dengan instant. Jangankan berbuat curang, menjadi penjilat pun tak tahu rasanya. Padahal, sungguh nikmat yang tiada dua.
Tak perlu bersusah payah membuat konsep baru bung, jika dengan mengubah sedikit konsep orang lain yang sudah ada pun kau bisa disebut sebagai pencipta suatu karya. Betapa nikmatnya menjadi penjilat,bukan?
Tak perlu lah mengabdi bertahun-tahun dan naik jabatan sesuai prosedur jika kau tahu bagaimana caranya menjatuhkan oranglain sehingga memang hanya tersisa dirimu lah yang pantas mengemban jabatan tersebut.
Ku katakan sekali lagi, berhentilah belajar dengan rajin dan memahami segala materi serta praktek kerja jika hanya dengan memberi amplop saja nilai yang keluar sudah pasti A. Berhentilah berproses dalam kehidupan berorganisasi bung, bukankah kau sudah tahu sendiri? Jika suaramu tak lebih dari sampah kalau kau belum punya relasi dengan sang mulia atasan.
Masih kurang? Ingin menjadi pejabat? Apakah mimpimu menjadi PRESIDEN? Jangan muluk-muluk, kita tengok saja desa terlebih dahulu. Tak perlu kau repot-repot memahami seluk beluk desa, membuat terobosan baru untuk program desa, apalagi mengerti suara hati warga desa, jika pada nyatanya cukup dengan muwur saja mimpi itu menjadi nyata.
Sekarang bukan zamannya lagi adu program dan konsep bosku, namun adu kuat serangan fajar lah yang akan menjadi penentu siapa pemenangnya.
Untuk apa menjadi orang lurus, orang jujur, orang taat, bila menjadi penjilat itu lebih menggoda. Bukankah di negeri dagelan ini semuanya dinilai hanya dari melihat sebuah hasil? Lalu untuk apa bersusah payah dengan proses yang jujur jika dengan cara curang pun hasil tersebut dapat pula diraih? Bahkan terkadang lebih memuaskan dan lebih cepat diraih jika menggunakan jalan yang curang bukan?
Untuk apa duduk menghabiskan waktu berlama-lama di kampus jika dengan titip absen pun hasil dari daftar presensi sama saja mendapat 100%? Untuk apa berkoar-koar mengutuk korupsi dan dengan lantang berseru “Hidup Rakyat Indonesia”, jika mereka yang katanya lulusan “reformasi” saja terbawa dalam arus sistem yang dulu mereka tolak dan malah menikmati HIDUP mewah dengan uang RAKYAT INDONESIA.
Pada akhirnya, tinggal kau yang menentukan sobat, tetap memegang teguh sebuah kejujuran atau mungkin mencoba beralih untuk menjadi penjilat karena hidup yang ditawarkan serba nikmat. Semua manusia yang sehat jiwanya tentu punya nurani.
Ketuklah nurani tersebut. Pilihlah yang sesuai dengan bisikan nuranimu. Sebab jika kita memakai nurani kita, apapun opsi yang kita pilih, setidaknya kita sudah tak serupa dengan babi hutan maupun kera.